Pembangunan di berbagai bidang telah membuahkan kemajuan di berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Di bidang pembangunan kualitas hidup manusia, bangsa Indonesia menunjukkan peningkatan yang pesat dan berkelanjutan dari keadaan pada tahun 1970. Bila angka harapan hidup bayi yang lahir pada tahun 1970 hanya mencapai 47,6 tahun, angka harapan hidup bayi yang lahir pada tahun 2010 mencapai 68 tahun. Tingkat pendidikan masyarakat pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Persentasi keikutsertaan dalam pendidikan wajib meningkat dari 74,6% pada tahun 1975 menjadi 95,3% pada tahun 2009. Peningkatan juga terjadi pada bidang ekonomi. Pendapatan kotor nasional (Gross National Income; GNI) per kapita Indonesia meningkat dari US$ 80 pada tahun 1970 menjadi US$ 2.500 pada tahun 2010 (The World Bank, 2012). Dengan kata lain, bangsa Indonesia dewasa ini hidup lebih lama, mengindikasikan derajat kesehatan yang lebih tinggi, lebih terdidik, dan lebih makmur.
Namun demikian, berbagai laporan menunjukkan bahwa peningkatan usia harapan hidup disertai dengan relatif tingginya masalah-masalah kesehatan mental dan perilaku (Desjarlais, et al., 1995). Kasus depresi, skisofrenia, demensia, dan bentuk-bentuk penyakin mental kronis semakin banyak, setidaknya dari segi jumlah. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan diikuti oleh meningkatnya masalah-masalah alkoholisme, penyalahgunaan obat, dan bunuh. Penurunan angka kematian ibu diikuti oleh kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini sejalan dengan gejala umum di dunia, bahwa kemajuan ekonomi dan peningkatan kesehatan fisik diikuti oleh peningkatan pada masalah-masalah sosial, kejiwaan, dan perilaku.
Pada aspek-aspek positif dari kesehatan mental masyarakat, data menunjukkan adanya ketertinggalan dalam hal kepuasan hidup masyarakat. Menurut Human Development Report (UNDP, 2010), tingkat kepuasan hidup bangsa Indonesia berada pada angka 5.7, dari skala 0 (sama sekali tidak puas) s/d. 10 (sangat puas). Sebagai pembanding, dengan skala yang sama Malaysia menunjukkan tingkat kepuasan hidup sebesar 6.6. Sebanyak 63% masyarakat menyatakan puas dengan pekerjaan pekerjaan yang dimiliki (86% untuk Malaysia), sebanyak 83% dengan kondisi kesehatan (87% untuk Malaysia, dan 62% menyatakan puas dengan standar hidupnya (68% untuk Malaysia). Dengan kata lain, sekalipun secara nyata bangsa Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam bidang pembangunan manusia, namun pada aspek-aspek kesehatan mental secara komparatif bangsa Indonesia masih tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Kesehatan mental masyarakat merupakan sesuatu yang kompleks (Desjarlais, et al., 1995). Pertama, masalah kesehatan mental individu dapat disebabkan oleh, atau termanisfestasi dalam, berbagai bentuk patologi sosial. Penyalahgunaan obat, kekerasan di dalam masyarakat, kekerasan terhadap perempuan, dan kekerasan terhadap anak merupakan contoh-contoh faktor risiko, sekaligus manifestasi, dari masalah kesehatan mental masyarakat. Selain itu, masalah-masalah kesehatan fisik juga merupakan faktor risiko, dan dalam beberapa hal merupakan manifestasi dari kesehatan mental. Masalah-masalah kesehatan seperti penyakit jantung, depresi, kondisi-kondisi terkati dengan stres, dan penyakit-penyakit kronis dengan faktor penyebab perilaku dan gaya hidup merupakan contoh yang umum ditemukan. Faktor-faktor sosial dan lingkungan fisik, seperti pengangguran, kemiskinan, keterbatasan pendidikan, diskriminasi jender, dan kondisi kerja yang penuh tekanan, merupakan faktor-faktor yang dapat memperparah masalah kesehatan mental masyarakat. Oleh karena itu, penanganan masalah kesehatan mental juga harus dilakukan secara menyeluruh.
Salah satu komponen terpenting dari upaya untuk mengurai kompleksitas itu adalah adanya regulasi dan kebijakan publik yang kuat di bdang kesehatan mental. Pemerintah dan lembaga-lembaga politik perlu menunjukkan komitmen yang kuat terhadap program-program pembangunan kesehatan mental masyarakat. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pemerintah dan lembaga politik memiliki peran yang strategis dalam penanganan masalah-masalah gangguan kejiwaan masyarakat, serta dalam upaya pembangunan kesehatan mental masyarakat pada umumnya (Minas & Cohen, 2007). Untuk itu, diperlukan peningkatan kapasitas pada aparat pemerintah dan tokoh-tokoh politik di dalam maupun di luar pemerintahan. Selain itu, diperlukan upaya nyata untuk mendampingi lembaga-lembaga publik tersebut di dalam proses perumusan peraturan-peraturan dan kebijakan publik, serta program-program pembangunan yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan mental masyarakat.
Salah satu masalah dalam pembangunan kesehatan mental di Indonesia adalah rendahnya sumber daya yang tersedia. Mental Health Atlas tahun 2005 menunjukkan gambaran sebagai berikut. Anggaran belanja untuk bidang kesehatan mental masih berada di bawah 1% dari anggaran belanja bidang kesehatan, sangat jauh dari proporsi ideal yang disarankan oleh WHO, yakni 10%. Jumlah psikolog per 100.000 penduduk adalah 0.3, sementara jumlah psikiater populasi pembanding yang sama adalah 0.21, dan jumlah perawat jiwa sebesar 0.9. Hal lain yang patut diperhatikan adalah adanya kelangkaan terkait dengan sumber daya manusia untuk manajemen program kesehatan mental masyarakat (WHO, 2005), serta kelangkaan di sektor konselor sekolah, konselor kerja, dan profesional kesehatan mental di bidang penegakan hukum. Secara keseluruhan kondisi ini menuntut dikembangkannya program-program pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan mental. Selain itu diperlukan penelitian-penelitian terapan untuk mengembangkan dan menguji inovasi dalam sistem kesehatan mental masyarakat.
Sebagai sebuah lembaga penelitian dan pengembangan ilmu, CPMH diharapkan dapat berperan aktif pengembangan kesehatan mental bangsa Indonesia (Minas, 2009). Program-program penelitian, pendidikan dan pelatihan, dokumentasi dan diseminasi informasi, serta program advokasi yang dijalankan oleh CPMH diharapkan akan berkontribusi dalam pengembangan kapasitas pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pengembangan kesehatan mental masyarakat. Program-program kerjasama antara lembaga serta lintas profesi yang dikembangkan oleh CPMH diharapkan dapat membentuk sinergi yang bermanfaat baik bagi masyarakat, maupun dalam pengembangan ilmu dan kapasitas profesi psikologi di Indonesia. Dengan demikian secara keseluruhan CPMH dapat berperan secara strategis dalam pembangunan kesehatan mental bangsa Indonesia.