Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di Indonesia masih sangat kurang. Memiliki gangguan mental masih dianggap hal yang tabu atau bahkan aib dalam keluarga. Hingga saat ini, masyarakat masih kerap memiliki stigma (labelling, stereotip, pengucilan, dan diskriminasi) terhadap ODGJ, sehingga mempersulit proses kesembuhannya dan kesejahteraan hidupnya. Stigma adalah bentuk prasangka yang mendiskreditkan atau menolak seseorang maupun kelompok karena individu atau kelompok yang ditolak tersebut dianggap berbeda dengan diri sendiri atau kebanyakan orang (Ahmedani, 2011).
Stigma masyarakat terhadap gangguan jiwa secara umum ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai penyebab gangguan jiwa dan nilai-nilai tradisi budaya yang masih kuat berakar sehingga gangguan jiwa sering kali dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat yang bersangkutan (Kirmayer, Groleau, Guzder, Blake, & Jarvis, 2003). Hal ini menyebabkan banyak orang yang membutuhkan bantuan menjadi takut dan penanganannya menjadi terhambat. Kondisi kesehatan jiwa di Indonesia dinilai masih memprihatinkan. Data dari Riskesdas di tahun 2018 menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 12 juta penduduk diatas 15 tahun mengalami depresi, dan lebih dari 19 juta penduduk diatas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Tentunya, gambaran data ini akan berdampak buruk pada pembangunan Indonesia dalam jangka panjang.
Merespons kondisi diatas, sudah sepantasnya warga Indonesia saling mengedukasi satu sama lain untuk meningkatkan awareness akan kesehatan mental. Akan jauh lebih baik apabila seluruh lapisan masyarakat menyadari pentingnya kesehatan mental, sebagai salah satu upaya pencegahan untuk menekan angka penduduk yang mengalami gangguan jiwa. Konsep person in environment bisa menjadi salah satu pilihan tepat untuk menyebarkan kesadaran akan kesehatan mental di Indonesia. Konsep ini menekankan pada eksistensi dan keberadaan individu yang tidak bisa terlepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya, begitu juga individu yang secara tidak langsung memberi pengaruh terhadap lingkungan (Putri, Wibhawa, & Gutama, 2015).
Konsep person in environment juga menitikberatkan pada penggabungan antara individu dengan situasi juga lingkungan menjadi suatu konsep yang tunggal. Berdasarkan konsep ini, permasalahan kesehatan mental dilihat secara bersamaan, dimana tidak hanya dilihat dari sisi individunya saja, namun juga bagaimana individu tersebut dalam lingkungan sosialnya. Dengan mengaplikasikan konsep ini, seluruh lapisan masyarakat akan saling memberikan pengaruh yang baik terhadap satu sama lain perihal kesehatan mental. peningkatan kesehatan mental masyarakat harus dimulai dengan meningkatkan psikoedukasi, memperluas informasi, dan menyebarkannya kepada orang-orang terdekat. Selain itu, upaya ini harus diimbangi dengan peningkatan jumlah tenaga kesehatan mental di Indonesia, salah satunya dengan adanya psikolog di Puskesmas.
Dengan adanya psikolog puskesmas, masyarakat yang memiliki permasalahan kesehatan mental akan lebih mudah untuk menjangkau layanan profesional terdekat di daerah mereka. Di daerah Yogyakarta sendiri, terdapat beberapa psikolog puskesmas yang mudah dijangkau sesuai dengan daerah tempat tinggal masing – masing.
Daftar Psikolog Puskesmas di DIY
Kabupaten Sleman (25 Puskesmas)
- Puskesmas Berbah
- Puskesmas Cangkringan
- Puskesmas Depok 1
- Puskesmas Depok 2
- Puskesmas Depok 3
- Puskesmas Gamping 1
- Puskesmas Gamping 2
- Puskesmas Godean 1
- Puskesmas Godean 2
- Puskesmas Kalasan
- Puskesmas Minggir
- Puskesmas Mlati 1
- Puskesmas Mlati 2
- Puskesmas Moyudan
- Puskesmas Ngaglik 1
- Puskesmas Ngaglik 2
- Puskesmas Ngemplak 1
- Puskesmas Ngemplak 2
- Puskesmas Pakem
- Puskesmas Prambanan
- Puskesmas Seyegan
- Puskesmas Sleman
- Puskesmas Tempel 1
- Puskesmas Tempel 2
- Puskesmas Turi
Kota Yogyakarta (18 Puskesmas)
- Puskesmas Danurejan 1
- Puskesmas Danurejan 2
- Puskesmas Gedongtengen
- Puskesmas Gondokusuman 1
- Puskesmas Gondokusuman 2
- Puskesmas Gondomanan
- Puskesmas Jetis
- Puskesmas Kotagede 1
- Puskesmas Kotagede 2
- Puskesmas Kraton
- Puskesmas Mantrijeron
- Puskesmas Mergangsan
- Puskesmas Ngampilan
- Puskesmas Pakualaman
- Puskesmas Tegalrejo
- Puskesmas Umbulharjo 1
- Puskesmas Umbulharjo 2
- Puskesmas Wirobrajan
Kabupaten Bantul (16 Puskesmas)
- Puskesmas Bambanglipuro
- Puskesmas Banguntapan 2
- Puskesmas Dlingo 2
- Puskesmas Imogiri 1
- Puskesmas Imogiri 2
- Puskesmas Jetis 2
- Puskesmas Kasihan 1
- Puskesmas Kasihan 2
- Puskesmas Pajangan
- Puskesmas Pandak 2
- Puskesmas Pleret
- Puskesmas Kretek
- Puskesmas Pundong
- Puskesmas Sanden
- Puskesmas Sewon 1
- Puskesmas Srandakan
Referensi
Ahmedani, B. K. (2011). Mental health stigma: society, individuals, and the profession. Journal of social work values and ethics, 8(2), 4-1.
Kirmayer, L. J., Groleau, D., Guzder, J., Blake, C., & Jarvis, E. (2003). Cultural consultation: A model of mental health service for multicultural societies. The Canadian Journal of Psychiatry, 48(3), 145-153.
Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan Mental). Prosiding KS: Riset & PKM, 2(2), 147 – 300.