Rehabilitasi berbasis komunitas (community-based rehabilitation/CBR) dicetuskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) setelah terbitnya Deklarasi Alma-Ata pada tahun 1987 sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dengan disabilitas dan keluarga mereka; memenuhi kebutuhan dasar mereka; dan memastikan inklusivitas dan partisipasi mereka. Rehabilitasi berbasis komunitas merupakan pendekatan multisektoral yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan dan inklusi sosial para penyandang disabilitas sambil memerangi siklus kemiskinan dan disabilitas yang berkelanjutan.
Rehabilitasi berbasis komunitas merupakan intervensi yang dikembangkan untuk negara-negara berkembang. Pendekatan ini menggarisbawahi kebutuhan untuk menargetkan intervensi pada 5 komponen utama:
- Kesehatan
- Pendidikan
- mata pencaharian
- sosial dan
- pemberdayaan.
Rehabilitasi berbasis komunitas ditujukan untuk mereka yang memiliki disabilitas pada aspek fisik, mental maupun psikososial. Namun demikian, perhatian terhadap pemerataan pada mereka yang memiliki disabilitas psikososial belum banyak dilakukan, khususnya di Indonesia.
Di Indonesia, istilah CBR lebih dikenal dengan pelayanan rehabilitas berbasis masyarakat (RBM). Istilah ini dikembangkan melalui buku pedoman yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia. Umumnya program ini menekankan pada usaha pemberdayaan masyarakat atau potensi yang ada pada suatu daerah. Konsep pelaksanaan RBM di Indonesia seringnya dilakukan terhadap pelayanan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA dan disabilitas fisik seperti difabel.
Sebagai wujud nyata pengaplikasian metode RBM, Badan Narkotika Nasional (BNN), mengeluarkan Buku Panduan Pelaksanaan Terapi dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat pada tahun 2005. Di Yogyakarta sendiri, Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras guna menampung eks gelandangan atau pengemis dan penangan Eks Disabilitas Metal atau Eks Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Di sana, Eks gelandangan dan Eks disabilitas mental diberikan pelatihan guna meningkatkan kemampuan dan sekaligus sekembalinya mereka ke dalam masyarakat dapat diterima dengan baik oleh keluarga maupun masyarakat.
Contoh lainnya adalah penyelenggaraan sosialisasi, seminar dan pelatihan kepada masyarakat terdampak gempa Lombok tahun 2018 yang dilakukan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) bekerja sama dengan Tim LANAL. Materi seputar literasi kesehatan mental dan pertolongan pertama psikologis (Psychological First Aid) diberikan kepada para peserta yang tidak hanya terdiri dari unsur masyarakat, melainkan juga unsur perangkat desa dan kecamatan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat terkait dengan isu-isu kesehatan mental.
Referensi:
https://bnn.go.id/pencanangan-layanan-rehabilitasi-berbasis-masyarakat-rbm-dan-agent-pemulihan-dalam-rangka-mewujudkan-desa-bersinar/ . Diakses pada 3 Agustus 2020
https://perpustakaan.bnn.go.id/en/panduan-pelaksanaan-terapi-dan-rehabilitasi-berbasis-masyarakat Diakses pada 3 Agustus 2020
http://dinsos.jogjaprov.go.id/?p=7421 . Diakses pada 4 Agustus 2020