Rehabilitasi berbasis komunitas (community-based rehabilitation/CBR) dicetuskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) setelah terbitnya Deklarasi Alma-Ata pada tahun 1987 sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dengan disabilitas dan keluarga mereka; memenuhi kebutuhan dasar mereka; dan memastikan inklusivitas dan partisipasi mereka. Rehabilitasi berbasis komunitas merupakan pendekatan multisektoral yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan dan inklusi sosial para penyandang disabilitas sambil memerangi siklus kemiskinan dan disabilitas yang berkelanjutan.
Tingginya angka prevalensi gangguan jiwa dan sedikitnya jumlah tenaga profesional kesehatan mental di Indonesia menyebabkan adanya treatment gap atau kesenjangan dalam pelayanan kesehatan mental. Akibatnya, banyak orang dengan gangguan jiwa yang tidak tertangani atau mendapatkan layanan kesehatan mental yang dibutuhkan. Untuk menangani permasalahan tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah memasukkan layanan kesehatan mental ke dalam pelayanan primer atau yang dikenal dengan sebutan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di Indonesia masih sangat kurang. Memiliki gangguan mental masih dianggap hal yang tabu atau bahkan aib dalam keluarga. Hingga saat ini, masyarakat masih kerap memiliki stigma (labelling, stereotip, pengucilan, dan diskriminasi) terhadap ODGJ, sehingga mempersulit proses kesembuhannya dan kesejahteraan hidupnya. Stigma adalah bentuk prasangka yang mendiskreditkan atau menolak seseorang maupun kelompok karena individu atau kelompok yang ditolak tersebut dianggap berbeda dengan diri sendiri atau kebanyakan orang (Ahmedani, 2011).
Keberhasilan suatu program tentunya membutuhkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang mempengaruhinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak ini dikenal dengan pemangku kepentingan atau yang lebih dikenal dengan stakeholder. Pemangku kepentingan adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kepentingan akan keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya (Center For Public Mental Health, 2017).
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Kesehatan tidak hanya terkait dengan kesehatan fisik semata, namun juga kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial, bukan hanya ketidakhadiran suatu penyakit, meliputi penilaian subjektif terhadap kesejahteraan psikologis, efikasi diri, otonomi, dan aktualisasi diri seorang individu.